(Bahagian ketiga)(Untuk Kalangan Sendiri)
Kebanyakan dari kita menanggapi batu-batu dijalan kehidupan kita dengan cara yang dapat diduga, yaitu kita akan mengeluh tentang hal itu; kita menendang dan melawa batu –batu itu dan itu hanya akan melukai diri kita sendiri. Kita berusaha untuk mengangkat mereka, dan menyingkirkan mereka, dan hanya menyadari bahwa batu-batu itu terlalu berat bagi kita. Kita tidak selalu dapat membujuk mereka, dan kita bertanya-tanya apakah kita dapat mengatasi mereka. Beberapa orang kemudian berhenti dan tidak mau berjalan lebih jauh. Yang lain berbalik dan menyerah. Tetapi anak Tuhan tidak perlu berbalik atau berhenti; dia dapat menggunakan batu-batu yang diletakkan di dalam kehidupannya sebagai alas pijakan untuk memanjat lebih tinggi di atas gunung kehidupan kita.
Kebanyakan, kesulitan-kesulitan yang ada pada kita ini adalah karena kita terbiasa dengan jalan yang mulus beraspal trotoar yang rata. Tetapi kehidupan ini tidak seperti jalan-jalan mulus itu. Kadang-kadang jalan dalam kehidupan ini mulus dan mudah, dan burung-burung bernyanyi dan perjalanan itu begitu indah. Tetapi kadang-kadang jalan itu berbatu dan berkarang, banyak tonjolannya, dan kita tidak mendengar musik dan merasa tidak ada satu tanganpun yang menolong kita dalam perjalanan yang sulit itu. Dan kemudian bagaimana? Mengeluh? Menyerah? Tidak, inilah waktunya untuk mengingat janji Tuhan: “Sebab malaikat-malaikat-Nya akan diperintahkan-Nya kepadamu untuk menjaga engkau di segala jalanmu.” Pasukan Allah yang tidak kelihatan siap melayanimu, dan Allah dapat melihat kebutuhanmu.
Charlie Brown, tokoh dalam komik bersambung yang berjudul “Peanut” adalah salah satu karakter favorit saya. Di dalam salah satu ceritanya, dia sedang mengeluh sebab teamnya selalu kalah di dalam pertandingan-pertandingan mereka. Lucy mencoba untuk menghiburnya dengan berkata: “Ingat, Charlie Brown, kamu belajar lebih banyak dari kekalahanmu daripada dari kemenanganmu.” Dan jawab Charlie Brown: “Itulah yang membuat saya menjadi orang yang paling cerdas di dunia.”
Bila dalam kehidupan tidak ada apa-apanya selain serentetan kekalahan, maka kita akan menjadi tidak bersemangat. Tuhan tahu bagaimana menyeimbangkan hidup kita, maka kita mendapat sinar matahari dan hujan, ketenangan dan badai, gelak tawa dan tangis. Di atas jalan kehidupan kita ada tempat-tempat rata yang menyenangkan kita dan ada tempat-tempat sukar yang menantang kita. Jika kita keluar dari jalan yang dikehendaki Tuhan dan pergi dengan jalan memutar, jalan itu akan terasa kasar dan keras dari awal hingga akhir. Jalan memutar selalu lebih kasar daripada jalan utama. Tetapi tetap ada batu tonjolan meski kita berjalan di jalan Tuhan, dan kita harus belajar untuk menerimanya dan mengambil keuntungan darinya. Batu tonjolan yang menjadi pijakan saudara untuk mendaki sampai di atas. (Bersambung).
Kamis, 01 Juli 2010
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar